Rabu, 11 Maret 2015

PERSONALITY (KEPRIBADIAN) MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU


PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepribadian
      Kepribadian oleh para ahli diberi pengertian yang sangat beragam, tergantung dari sisi mana ahli tersebut memandangnya. Kondisi ini mengakibatkan munculnya beranekaragam pengertian kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan Allport (1937) menemukan hampir 50 definisi kepribadian berbeda, yang digolongkannya ke dalam sejumlah kategori (Supratiknya, 1995). Oleh karena itu kita harus bisa memahami makna kepribadian tersebut dalam berbagai macam sisi sesuai dengan situasi dan kondisi yang melingkupinya.
      Istilah kepribadian, ada yang memaknai sebagai keterampilan atau kecakapan sosial yang baik. Kepribadian individu dinilai berdasarkan kemampuannya memperoleh reaksi-reaksi positif dari berbagai orang dalam berbagai keadaan (Supratiknya, 1995).
      Berdasarkan pengertian ini, lembaga-lembaga pendidikan yang mengkhususkan menyiapkan orang memasuki dunia glamour, selebritis, atau modelling mengartikan istilah tersebut ketika menawarkan kursus-kursus "latihan pembentukan kepribadian". Lembaga pendidikan ini bertujuan menyiapkan anak didik untuk meningkatkan kemampuan, kecakapan dan keterampilan dalam berinteraksi dengan manusia yang lain sehingga tercipta suatu interaksi sosial yang baik di antara mereka.
      Makna tersebut juga berarti sama, ketika seorang guru menyebut seorang siswanya memiliki masalah kepribadian, dikarenakan tidak bisa berperilaku yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Mungkin guru tersebut bermaksud mengatakan bahwa keterampilan sosial siswa itu kurang memadai untuk memelihara hubungan dengan sesama manusia, sehingga tercipta hubungan yang memuaskan dengan sesama.
      Kepribadian juga diartikan sebagai sifat hakiki seseorang yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang membedakan dirinya dengan orang lain. Mc Leod (1989) sebagaimana yang dikutip Muhibbin Syah (2000) mengartikan kepribadian sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang, sifat, sikap, temperamen, watak (karakter), tipe, minat, dan pesona (topeng).
      Sedangkan Sumadi Suryabrata (1983) mendefinisikan kepribadian sebagai suatu kebulatan yang terdiri dari aspek-aspek jasmaniah dan rohaniah, bersifat dinamik dalam hubungannya dengan lingkungan, khas (unik), berbeda dengan orang-orang lain, dan berkembang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam dan luar diri.
      Pengertian lain dari kepribadian adalah sebagai kesan yang paling menonjol atau paling kentara yang ditunjukkan seseorang terhadap orang-orang lain. Maka, seseorang mungkin disebut memiliki "kepribadian agresif" atau "kepribadian penurut" atau "kepribadian penakut". Di situ pengamat memilih satu atribut atau kualitas yang paling khas pada subjek dan agaknya merupakan bagian penting dari keseluruhan kesan yang ditimbulkan pada orang-orang lain sehingga kepribadian orang tersebut dikenal dengan istilah tersebut. Jelas, ada unsur penilaian dalam kedua pemakaian istilah tersebut, yaitu dilukiskan sebagai baik atau buruk.
      Allport memberi pengertian kepribadian dengan menyebutnya sebagai definisi bio-sosial dan definisi bio-fisik secara utuh. Definisi biososial mirip dengan pemakaian populer istilah kepribadian yang menyamakan kepribadian dengan "nilai stimulus sosial" individu. Reaksi individu-individu lain terhadap subjek itulah yang menetapkan kepribadian yang bersangkutan. Sedangkan definisi biofisik mengarah pada karakter fisik khas yang ada pada individu.
      Allport keberatan dengan implikasi bahwa kepribadian hanya terletak dalam "diri orang lain yang merespon" dan mengemukakan bahwa definisi biofisik yang dengan kokoh menanamkan kepribadian dalam sifat-sifat atau kualitas-kualitas subjek jauh lebih disukai. Kepribadian secara biofisik memiliki segi organik maupun segi yang teramati, dan bisa dikaitkan dengan kualitas-kualitas spesifik individu yang bisa dideskripsikan secara objektif dan diukur (Supratiknya, 1995).
      Definisi lain tentang kepribadian adalah definisi "rag-bag" atau omnibus. Definisi ini merumuskan kepribadian dengan cara enumerasi. Istilah kepribadian digunakan untuk mencakup segala sesuatu mengenai individu dan para ahli biasanya mendaftar konsep-konsep yang dianggap sangat penting untuk menggambarkan individu serta mengemukakan bahwa kepribadian terdiri dari konsep-konsep yang memberi tekanan utama pada fungsi integratif atau fungsi organisasi kepribadian.
      Definisi tersebut menyatakan bahwa kepribadian merupakan organisasi atau pola yang diberikan kepada berbagai respon lepas individu, atau bahwa organisasi diakibatkan oleh kepribadian yang merupakan kekuatan aktif dalam diri individu. Kepribadian adalah sesuatu yang memberi tata-tertib dan keharmonisan terhadap segala macam tingkah laku berbeda-beda yang dilakukan oleh individu. Sejumlah ahli memilih memberi tekanan pada fungsi kepribadian dalam menjembatani atau mengatur penyesuaian diri individu. Kepribadian mencakup usahausaha menyesuaikan diri yang beraneka ragam namun khas yang dilakukan oleh individu. Definisi lain menyatakan kepribadian disamakan dengan aspek-aspek unik atau khas dari tingkah laku. Dalam hal ini, kepribadian merupakan istilah untuk menunjukkan hal-hal khusus tentang individu dan yang membedakannya dari semua orang lain.
      Koentjaraningrat (1986) dalam perspekif antropologi menjelaskan makna kepribadian dengan sebuah ilustrasi berikut: bilamana seorang ahli biologi mempelajari atau membuat suatu deskripsi mengenai sistem organisma dari suatu jenis atau species binatang, biasanya juga sekaligus mempelajari kelakuan binatang-binatang tersebut; dan deskripsi mengenai pola-pola kelakuan binatang-binatang itu, yaitu pola kelakuan mencari makan, menghindari ancaman bahaya, menyerang musuh, beristirahat, mencari betina pada masa birahi, bersetubuh, mencari tempat untuk melahirkan, memelihara dan melindungi keturunannya dan sebagainya. Pola kelakuan ini biasanya seragam pada binatang sejenis.
      Berbeda halnya dengan makhluk manusia, pola-pola kelakuanyang berlaku untuk seluruh jenis manusia tidaklah seragam.,Koentjaraningrat menyebutnya dengan istilah homo sapiens, hampir tidak ada, bahkan untuk semua individu manusia yang termasuk satu ras pun, seperti misalnya ras Mongoid, ras Kaukasoid, ras Negroid, atau ras Australoid, tidak ada suatu sistem pola kelakuan yang seragam. Hal ini disebabkan kelakuan manusia tidak hanya timbul dari dan ditentukan oleh sistem organik biologinya saja, melainkan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh akal dan jiwanya, sedemikian rupa sehingga variasi pola kelakuan antara seorang individu dengan individu lainnya, dapat sangat besar. Bahkan, pola kelakuan tiap manusia secara individual sebenarnya unik dan berbeda dengan manusia-manusia lain. Karena itu para ahli antropologi, sosiologi, dan psikologi yang mempelajari kelakuan manusia ini juga tidak lagi bicara mengenai pola-pola kelakuan atau patterns of behavior dari manusia, melainkan mengenai pola-pola tingkah-laku, atau pola-pola tindakan (patterns of action) dari individu manusia.
      Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah-laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia secara antropologis disebut dengan kepribadian (personality). Dalam bahasa populer, istilah "kepribadian" juga berarti ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten, yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus.
      Kalau dalam bahasa sehari-hari kita anggap bahwa seorang tertentu mempunyai kepribadian, memang yang biasanya kita maksudkan adalah bahwa orang tersebut mempunyai beberapa ciri watak yang diperlihatkannya secara lahir, konsisten, dan konsekuen dalam tingkahlakunya sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas khusus yang berbeda dari individu-individu lainnya.
      Secara sosiologis makna kepribadian berarti tunggal bukan jamak, seperti dalam kalimat “si A memiliki kepribadian ganda” “si Minah mempunyai banyak kepribadian". Istilah kepribadian dalam kalimat tersebut salah, karena kepribadian seseorang mencakup semua karakteristik perilaku orang tersebut, yang benar adalah bahwa seseorang tidak mempunyai lebih banyak kepribadian dari yang lain, tetapi mempunyai kepribadian yang berbeda dari yang lain.
      Definisi kepribadian dalam sosiologis sebagaimana dikemukakan oleh Yinger (dalam Horton, 1993), yang menyatakan bahwa kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi. Ungkapan sistem kecenderungan tertentu menyatakan bahwa setiap orang memiliki cara berperilaku yang khas dan bertindak sama setiap hari. Sedangkan ungkapan interaksi dengan serangkaian situasi menyatakan bahwa perilaku merupakan produk gabungan/ bersama dari kecenderungan perilaku seseorang dan situasi perilaku yang dihadapi seseorang.
      Masyarakat dan kebudayaan merupakan perwujudan dari perilaku manusia. Kepribadian mewujdukan perilaku manusia, karena kepribadian merupakan latar belakang perilaku yang ada dalam diri seorang individu. Kekuatan kepribadian manusia bukanlah terletak pada jawaban atau tanggapan manusia terhadap suatu keadaan, akan tetapi terletak pada kesiapannya di dalam memberikan jawaban dan tanggapan.
      Guna memahami kepribadian, perlu mengetahui bagaimana sistem kecenderungan perilaku berkembang melalui interaksi makhluk biologis dengan berbagai macam pengalaman sosial dan kultural/budaya.
      Kepribadian merupakan organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku. Kepribadian menunjuk pada organisasi sikap-sikap seseorang untuk berbuat, mengetahui, berfikir, dan merasakan secara khusus apabila dia berhubungan dengan oranglain atau menanggapi suatu keadaan. Kepribadian merupakan abstraksi atau perwujudan dari individu dan kelakuannya sebagaimana halnya dengan masyarakat dan kebudayaan. Ketiga aspek tersebut mempunyai hubungan yang salng pengaruhmempengaruhi satu dengan yang lainnya, (Soekanto, 1990).
      Kepribadian adalah organisasi faktor-faktor biologis, psikologisdan sosiologis yang mendasari perilaku individu (manusia) (Soekanto, 1990). Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap dan lain-lain, sifat khas yang dimiliki manusia yang berkembang apabila manusia tadi berhubungan dengan manusia yang lain.
      Perspektif sosiologi, berpandangan bahwa seorang manusia akan menaruh perhatiannya pada perwujudan perilaku individu yang nyata pada waktu individu tersebut berhubungan dengan individu-individu yang lainnya. Wujud perilaku tersebut dinamakan dengan peranan, yaitu perilaku yang berkisar kepada pola-pola interaksi manusia.
      Dasar pokok perilaku manusia adalah faktor-faktor biologis dan psikologis. Faktor biologis dapat mempengaruhi kepribadian secara langsung, misalnya seorang yang mempunyai badan (fisik) yang lemah kecenderungannya mempunyai sifat rendah diri yang tinggi, begitu juga sebaliknya. Beberapa faktor biologis yang mempengaruhi kepribadian manusia adalah sistem syaraf, watak seksual, proses pendewasaan, dan juga kelainan biologis. Sedangkan faktor psikologis yang dapat mem14 pengaruhi kepribadian manusia adalah unsur temperamen, kemampuan belajar, perasaan, keterampilan, keinginan, dan lain sebagainya (Soekanto, 1990). Kedua hal tersebut berinteraksi melalui proses belajar sosial atau biasa disebut dengan sosialisasi, dengan tujuan membentuk kepribadian manusia, inilah faktor sosial yang mempengaruhi kepribadian manusia.
      Berbagai pengertian tentang kepribadian di atas, sejumlah ahli berpendapat bahwa kepribadian merupakan hakikat keadaan manusiawi. Kepribadian merupakan bagian dari individu yang paling mencerminkan atau mewakili pribadi, bukan hanya dalam arti bahwa ia membedakan individu tersebut dari orang-orang lain, tetapi yang lebih penting adalah bahwa itulah dia yang sebenarnya.
      Hal ini selaras dengan pandangan Allport yang menyatakan bahwa kepribadian merupakan susunan (organisasi) dinamis dari sistem psiko-fisik dalam diri individu yang memberikan corak yang khas (unik) dalam caranya menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dari perilaku sistem psiko-fisik yang khas dan menetap ini menimbulkan identitas yang menggambarkan kepribadian seseorang.

1. Unsur-Unsur Kepribadian
      Menurut Koentjaraningrat (1986) unsur-unsur dari kepribadian meliputi: pengetahuan, perasaan dan dorongan hati.

a. Pengetahuan
      Pengetahuan sebagai salah satu unsur kepribadian memiliki aspek-aspek sebagai berikut: penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi yang berada di alam sadar manusia.
      Walaupun demikian, diakui bahwa banyak pengetahuan atau bagian dari seluruh himpunan pengetahuan yang ditimbun oleh seorang individu selama hidupnya itu, seringkali hilang dari alam akalnya yang sadar, atau dalam "kesadarannya," karena berbagai macam sebab. Walaupun demikian perlu diperhatikan bahwa unsur-unsur pengetahuan tadi sebenarnya tidak hilang lenyap begitu saja, melainkan hanya terdesak masuk saja ke dalam bagian dari jiwa manusia yang dalam ilmu psikologi disebut alam "bawah-sadar" (sub-conscious).
      Pengetahuan individu di alam bawah sadar larut dan terpecah-pecah menjadi bagian -bagian yang seringkali tercampur satu sama lain dengan tidak teratur. Proses itu terjadi karena tidak ada lagi akal sadar dari individu bersangkutan yang menyusun dan menatanya dengan rapi walaupun terdesak ke alam bawah sadar, namun kadang-kadang bagian-bagian pengetahuan tadi mungkin muncul lagi di alam kesadaran dari jiwa individu tersebut.
      Unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Ada bermacam-macam hal yang dialami melalui penerimaan pancainderanya serta alat penerima atau reseptor organismanya yang lain, sebagai getaran eter (cahaya dan warna), getaran akustik (suara), bau, rasa, sentuhan, tekanan mekanikal (berat-ringan), tekanan termikal (panas-dingin) dan sebagainya, yang masuk ke dalam sel-sel tertentu di bagian-bagian tertentu dari otaknya.
      Di sana berbagai macam proses fisik, fisiologi, dan psikologi terjadi, yang menyebabkan berbagai macam getaran dan tekanan tadi diolah menjadi suatu susunan yang dipancarkan atau diproyeksikan oleh individu tersebut menjadi suatu penggambaran tentang lingkungan tadi. Seluruh proses akal manusia yang sadar (conscious) tadi, dalam ilmu psikologi disebut "persepsi."
      Penggambaran tentang lingkungan tersebut di atas berbeda dengan misalnya sebuah gambar foto yang secara lengkap memuat semua unsur dari lingkungan yang terkena cahaya sehingga ditangkap oleh film melalui lensa kamera. Penggambaran oleh akal manusia hanya mengandung bagian-bagian khusus yang mendapat perhatian dari akal si individu, sehingga merupakan, suatu penggambaran yang terfokus pada bagian-bagian khusus tadi. Apabila individu tadi menutup matanya, maka akan terbayang dalam kesadarannya penggambaran yang berfokus dari alam lingkungan yang baru saja dilihatnya.
      Bilamana penggambaran tentang lingkungan dengan fokus kepada bagian-bagian yang paling menarik perhatian seorang individu, diolah dalam akalnya dengan menghubungkan penggambaran tadi dengan berbagai penggambaran lain sejenis yang pemah diterima dan diproyeksikan oleh akalnya dalam masa yang lalu, yang timbul kembali sebagai kenangan atau penggambaran lama dalam kesadarannya.
      Penggambaran baru dengan pengertian baru seperti itu, dalam ilmu psikologi disebut apersepsi. Ada kalanya suatu persepsi, setelah diproyeksikan kembali oleh individu, menjadi suatu penggambaran berfokus tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian yang menyebabkan individu tertarik dan lebih intensif memusatkan akalnya terhadap bagian-bagian khusus tadi. Penggambaran yang lebih intensif terfokus, yang terjadi karena pemusatan akal yang lebih intensif tadi, dalam ilmu psikologi disebut "pengamatan."
      Konsep adalah penggambaran abstrak tentang bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan azas-azas tertentu secara konsisten. Dengan proses akal itu individu mempunyai suatu kemampuan untuk membentuk suatu penggambaran baru yang abstrak yang sebenarnya dalam kenyataan tidak serupa dengan salah satu dari berbagai macam penggambaran yang menjadi bahan konkret dari penggambaran baru itu.
      Fantasi adalah penggambaran tentang lingkungan individu yang ditambah-tambah dan dibesar-besarkan, dan ada yang dikurangi serta dikecil-kecilkan pada bagian-bagian tertentu; ada pula yang digabunggabungkan dengan penggambaran-penggambaran lain, menjadi penggambaran yang baru sama sekali, yang sebenarnya tidak akan pernah ada dalam kenyataan. Contoh menggambarkan ayam bertanduk, atau anjing yang bisa berbicara dan sebagainya.
      Kemampuan akal manusia untuk membentuk konsep, serta kemampuannya untuk berfantasi, sudah tentu sangat penting bagi makhluk manusia. Ini disebabkan karena tanpa kemampuan akal untuk membentuk konsep dan penggambaran fantasi, teru-tama konsep dan fantasi yang mempunyai nilai guna dan keindahan, artinya kemampuan akal yang kreatif, maka manusia tidak akan dapat mengembangkan citacita serta gagasan-gagasan ideal; manusia tidak akan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, dan manusia tidak akan dapat mengkreasikan karya-karya keseniannya.

B. Kepribadian (personality) Manusia sebagai Makhluk Individu
Manusia sebagai makhluk individu memiliki keunikan atau ciri khas masing-masing, tidak ada manusia yang persis sama meskipun terlahir kembar. Secara fisik mungkin manusia akan memiliki banyak persamaan namun secara psikologis akan banyak menunjukan perbedaan. Ciri khas dan perbedaan tersebut sering disebut dengan kepribadian. Kepribadian seseorang akan sangan dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungannya.
 individu akan berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan jati dirinya yang berbeda dengan yang lainnya, tidak ada manusia yang betul-betul ingin menjadi orang lain, dia tetap ingin menjadi dirinya sendiri sehingga dia selalu sadar akan keindividualitasnya.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Dalam perkembangannya setiap individu mengalami dan di bebankan berbagai peranan, yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup dengan sesama manusia. Seringkali pula terdapat konflik dalam diri individu, karena tingkah laku yang khas dirinya bertentangan dengan peranan yang dituntut masyarakatnya. Namun setiap warga masyarakat yang namanya individu wajar untuk menyesuaikan tingkah lakunya sebagai bagian dari perilaku sosial masyarakatnya. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri atau memerankan diri sebagai individu dan sebagai warga bagian masyarakatnya memberikan konotasi “maang” dalam arti sosial. Artinya individu tersebut telah dapat menemukan kepribadiannya atau dengan kata lain proses aktualisasi dirinya sebagai bagian dari lingkungannya telah terbentuk.
Manusia sebagai individu selalu berada di tengah-tengah kelompok individu yang sekaligus mematangkannya untuk menjadi pribadi. Proses dari indvidu untuk menjadi pribadi, tidak hanya didukung dan dihambat oleh dirinya, tetapi juga didukung dan dihambat oleh kelompok sekitarnya.
1). Proses Destruktif dan Konstruktif
Dalam proses untuk menjadi pribadi ini, individu dituntut untuk menyesuaikan dengan lingkungan tempat ia berada. Lingkungan disini hendaknya diartikan sebagai lingkungan fisik dan lingkungan psikis. Di dalam lingkungan fisik, individu harus menyesuaikan dirinya dengan keadaan jasmaninya sedemikian rupa untuk berhadapan dengan individu lain dengan keadaan jasmaninya yang sama atau berbeda sama sekali. Prasarana fisik yang sedemikian adanya harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang terdiri dari individu-individu yang menganut sistem yang lama.
Dalam hubungan dengan lingkungan kita nanti akan melihat apakah individu tersebut menyesuaikan dirinya secara alloplastis, yaitu individu di sini secara aktif mempengaruhi dan bahkan sering mengubah lingkungannya. Atau sebaliknya individu menyesuaikan diri secara padif (autoplastis), yaitu lingkungan yang akan membentuk pribadi seseorang. Pada diri individu yang destruktif kita jumpai kecenderungn untuk memenuhi kebutuhan psikis berlebihan.Biasanya mencari kepuasan temporal yang sering kali hanya dinikmatinya sendiri, dan kalau mungkin hanya oleh segelintir individu-individu lain yang menjadi kelompoknya, dan dalam melakukan ini, penampilannya akan ditandai oleh tindakan yang semata- mata rasional kearah masa depan.
2). Kompromistis dan Anti-Establishment
Sikap kompromis seseorang individu biasanya banyak disebabkan oleh cara-cara yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organik maupun kebutuhan psikologis. Sikap anti- establishment ini merupakan sikap individual yang berlebihan dalam hal individu berintaraksi dengan lingkungannya. Hal ini sangat erat kaitannya dengan usaha individu dalam pencarian identitas diri yang bersifat psikologis (in the search for self identity). Sehingga dalam proses pencarian, akan terlihat penggambaran mengenai waktu diri sendiri yang sangat dominan.
Perubahan dirasakan oleh hampir semua manusia dalam masyarakat. Perubahan dalam masyarakat tersebut wajar, mengingat manusia memiliki kebutuhan yang tidak terbatas. Kalian akan dapat melihat perubahan itu setelah membandingkan keadaan pada beberapa waktu lalu dengan keadaan sekarang. Perubahan itu dapat terjadi di berbagai aspek kehidupan, seperti peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, serta religi/keyakinan.
Dapat dikatakan bahwa terdapat 3 aspek yang melekat sebagai individu yaitu :
-          Aspek organik jasmaniah.
-          Aspek psikis rohaniah
-          Aspek sosial
Secara teoritis, pemahaman tentang manusia dapat dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut :
Materialisme Antropologis
Bahwa manusia adalah materi yang terdiri dari material organis.
-          Materialisme Biologis
Manusia merupakan badan yang hidup dengan segala pembawaan dan kegiatan badan di dalam dirinya.
-          Idealisme Antropologis
Manusia adalah makhluk yang memiliki unsur spiritual intelektual yang secara intrinsik tergantung pada materi.
Dalam perkembangannya manusia juga mempunyai kecenderungan sosial untuk meniru dalam arti membentuk diri dengan melihat kehidupan masyarakat yang terdiri dari :
-          Penerimaan bentuk-bentuk kebudayaan, dimana manusia menerima bentuk-bentuk pembaharuan yang berasal dari luar sehingga dalam diri manusia terbentuk sebuah pengetahuan.
-          Penghematan tenaga, dimana ini adalah merupakan tindakan meniru untuk tidak terlalu menggunakan banyak tenaga dari manusia sehingga kinerja manusia dalam masyarakat bisa berjalan secara efektif dan efisien.
Pada umumnya hasrat meniru itu kita lihat paling jelas di dalam ikatan kelompok tetapi juga terjadi di dalam kehidupan masyarakat secara luas. Dari gambaran di atas jelas bagaimana manusia itu sendiri membutuhkan sebuah interaksi atau komunikasi untuk membentuk dirinya sendiri malalui proses meniru. Sehingga secara jelas bahwa manusia itu sendiri punya konsep sebagai makhluk sosial.
Yang menjadi ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu bentuk interaksi sosial didalam hubungannya dengan makhluk sosial lainnya yang dimaksud adalah dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Secara garis besar faktor-faktor personal yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari tiga hal yakni :
-          Tekanan emosional. Ini sangat mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain.
-          Harga diri yang rendah. Ketika kondisi seseorang berada dalam kondisi manusia yang direndahkan maka akan memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain karena kondisi tersebut dimana orang yang direndahkan membutuhkan kasih sayang orang lain atau dukungan moral untuk membentuk kondisi seperti semula.
-          Isolasi sosial. Orang yang terisolasi harus melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar